Menurut Kang Ace, bahaya uang bernilai triliunan rupiah didiamkan. Jika tidak didiamkan, jadi untuk apa? Diinvestasikan? Mana payung hukumnya. Maka lahirlah UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Sebab, kita pernah punya kasus. Walaupun Menteri Agama, kalau tidak memiliki payung hukum dalam membuat suatu kebijakan, tidak bisa dan dianggap melanggar hukum," ucap Kang Ace.
Karena itu, sejak 2014, setelah terbit UU Nomor 34 tahun 2014, dana haji tidak dikelola oleh Kementerian Agama tetapi diserahkan ke badan khusus, yaitu, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). "Nah bapak ibu, kalau ditanya soal keuangan haji, bukan Kemenag, tapi BPKH," ujar dia.
Apa alasan DPR memisahkan pengelolaan keuangan haji dengan penyelenggaraan haji? Tujuannya, tutur Kang Ace, agar Kemenag fokus mengurusi penyelenggaraan ibadah haji. Sedangkan dana haji dikelola BPKH agar uangnya besar nilai manfaatnya.
Kang Ace mengatakan, dulu ada istilah Ongkos Naik Haji (ONH). Istilah itu tidak lagi digunakan. Saat ini, adalah Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang merupakan komponen keseluruhan biaya haji.
Terdapat dua komponen di bawah BPIH, yaitu, pertama, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), biaya yang dibayar jamaah. Komponen kedua, nilai manfaat pengelolaan dana haji.
Dalam 20 tahun terakhir ini, tutur Kang Ace, biaya haji tidak seluruhnya dibayar jamaah. Ada yang langsung dibayar jamaah dan ada yang dari nilai manfaat dana haji.
Tahun ini, dari total biaya haji Rp93,4 juta, tidak ditanggung seluruhnya oleh jamaah haji. Tetapi, jamaah haji hanya dikenakan biaya 60 persen atau Rp56 juta. Sedangkan sisanya, 40 persen atau Rp37 juta dari nilai manfaat dana haji.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait