Pertama, kita harus teliti terhadap bahan, ukuran, gambar, dan warna dari uang tersebut. Periksa apakah uang tersebut mirip dengan uang asli, dari segi ukuran, gambar, hingga bahan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, kita juga harus menghindari terburu-buru dan mudah tergiur. Sebaiknya, tukarkan uang di tempat resmi seperti Bank Indonesia. Selain tidak dikenai biaya tambahan, uang di Bank telah terjamin keasliannya.
Tinuk menekankan bahwa keberadaan uang palsu dapat berdampak buruk pada kepentingan umum, khususnya dalam masalah ekonomi. “Dampak yang paling signifikan adalah menimbulkan inflasi. Semakin besar jumlah uang palsu yang beredar, maka akan sangat mempengaruhi daya beli dan perekonomian masyarakat,” katanya.
Di Indonesia, ada aturan yang mengatur tentang Mata Uang di UU No. 7 Tahun 2011. Pasal 26 dan Pasal 27 menjelaskan bahwa dilarang keras untuk memalsukan, menyimpan, hingga mengedarkan Rupiah yang diketahui sebagai uang palsu. Ancaman pidana bagi pelaku pemalsuan Rupiah adalah 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Untuk memerangi peredaran uang palsu, Indonesia telah membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang terdiri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian Negara RI, Kejaksaan Agung, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia (BI). Namun, partisipasi aktif masyarakat tetap sangat diperlukan.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait