Dena menyatakan, aksi damai masa FKAPM Bandung merupakan bentuk dukungan moril terhadap penegakan hukum di Indonesia tanpa intervensi. "Kami mendukung pengadilan tanpa intervensi pihak mana pun, " ujar Dena.
Lembaga penyelengara peradilan, tutur Dena, harus dihormati untuk menegakkan hukum dan keadilan. "Perbuatan, tingkah laku, sikap dan atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat, dan kehormatan badan peradilan adalah contempt of court," tutur dia.
"Tindakan pengacara meninggalkan ruang sidang bersama terdakwa merupakan preseden buruk, penghinaan, menjatuhkan kewibaaan, dan martabat penyelengara peradilan dalam penegakan hukum," ucap Dena.
Dalam aksi damai tersebut, massa FKAPM Bandung menyuarakan 9 pernyataan sikap dalam menyikapi kasus penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Adetya alias Sasha:
1. Kami Forum Komunikasi Aktivis Pemuda dan Mahasiswa Bandung menghargai segala proses hukum yang sedang berjalan dan mendukung transparansi dalam persidangan kasus Adetya alias Sasha.
2. Kami Forum Komunikasi Aktivis Pemuda dan Mahasiswa Bandung mendesak semua pihak, termasuk majelis hakim, jaksa, dan pengacara, untuk menjunjung tinggi prinsip keadilan dan profesionalisme dalam menangani kasus ini.
3. Kami Forum Komunikasi Aktivis Pemuda dan Mahasiswa Bandung Mendesak Pengadilan Negeri Bandung, khususnya majelis hakim yang mangadili perkara tersebut untuk bersikap tegas dan menjalankan proses persidangan sesuai hukum yang berlaku.
4. Kami Forum Komunikasi Aktivis Pemuda dan Mahasiswa Bandung menyikapi terkait penundaan sidang akibat adanya massa yang ricuh dalam persidangan adalah pelecehan terhadap pengadilan.
Ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum adalah hal yang tidak boleh di intervensi, hal ini menjadi bagian dari komitmen kami bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait