"Dalam novum ini, yang dimaksud dalam pasal 263 tentang bukti baru itu sebenarnya ada. Kan bukti baru itu bisa surat bisa orang (saksi). Ini jelas bukti baru, karena saksi pun bisa," tutur Toni.
Toni merasa heran atas keputusan hakim agung yang menolak PK ketujuh terpidana tersebut. "Saya tidak tahu pikiran hakim agung PK ini bagaimana. Saya mengamati putusan tujuh terpidana itu, CCTV tidak dibuka, enam handphone yang disita salah satunya handphone Vina, ada kayu (bambu) yang dianggap dalam dakwaan itu untuk memukul, sperma yang ditemukan di vagina Vina tidak diperiksa sama sekali. Nah dari kejanggalan-kejanggalan itu, kalau tetap diputus bersalah itu namanya kekeliruan hakim. Bagaimana pemikirannya?" ucapnya.
Keputusan MA menolak PK tujuh terpidana, ujar Toni, diduga hanya untuk melindungi tiga instansi yang terlibat dalam kasus tersebut, yakni Polri, pejaksaan, dan pengadilan.
"Saya menduga, jangan-jangan dibuat pertimbangan seperti itu karena menjaga tiga institusi. Ini pikiran saya. Nah tapi kalau ini dilihat tidak ditemukan kekeliruan, jelas saya tidak sependapat," ujar dia.
Toni meminta para kuasa hukum tujuh terpidana kembali mengajukan PK agar ketujuh terpidana tersebut bisa bebas dari penjara.
Editor : Ude D Gunadi
Artikel Terkait