Iskandar menyatakan, dalam putusan PN Ketapang dan PT Pontianak terungkap PT SRM menguasai area tambang sejak akhir Juli hingga awal Desember 2023, yang melibatkan pihak lain di luar Yu Hao.
Menurut Iskandar, bukti dari JPU yang menunjukkan kerugian negara hanyalah Laporan Estimasi Cadangan Emas, bukan laporan kerugian negara secara valid seperti disusun BPK atau BPKP.
"Kok bisa Laporan Estimasi Cadangan dianggap sebagai nilai kerugian negara? Penyidik apa itu? Mau melawan kewenangan institusi BPK dan BPKP?" ujar Iskandar.
Iskandar mempertanyakan mengapa penyidik hanya memfokuskan perhatian pada Yu Hao, tanpa menggali lebih dalam tentang peran PT SRM dan pihak lain yang terlibat dalam penguasaan area tambang.
Menurut Iskandar, hal tersebut menunjukkan kurangnya kemampuan Kementerian ESDM dalam mengawasi dan menelusuri perilaku korporasi tambang.
“Jika tuduhan itu benar, mengapa hanya personal yang disidik PPNS ESDM? Apa bisa satu orang saja menambang emas? Apakah kemampuan kementerian yang dipimpin Bahlil Lahadalia memang hanya sedangkal itu untuk menyelidiki perilaku korporasi tambang?" tuturnya.
Idealnya, kata Iskandar, Menteri ESDM bersama Korwas PPNS Mabes Polri dan Kompolnas sesegera saja dengan teliti melakukan asesmen terhadap proses-proses penyidikan tersebut, agar publik mengetahui informasi yang sesungguhnya. Sehingga tidak terjadi bias informasi ditengah-tengah publik.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait