Apel Hari Santri Ditiadakan, Acep Jamaludin Soroti Hilangnya Afirmasi Pemprov Jabar

Rizal Fadillah
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Acep Jamaludin. (Foto: Ist)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Acep Jamaludin menyampaikan keprihatinan mendalam atas tidak diselenggarakannya apel peringatan Hari Santri Nasional oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar tahun ini.

Menurutnya, absennya kegiatan resmi tingkat provinsi, termasuk ketidakhadiran Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi dalam peringatan tersebut, menjadi tanda menurunnya empati dan pengakuan pemerintah terhadap peran penting santri dan pesantren di Tanah Pasundan.

"Hari ini cukup memprihatinkan. Tanpa kehadiran Gubernur dan tanpa apel Hari Santri di Gedung Sate seperti tahun-tahun sebelumnya, saya merasa kehilangan makna rekognisi dari pemerintah provinsi terhadap santri dan pesantren," ucap Acep dalam keterangannya, Rabu (22/10/2025).

Acep yang sebagai politisi berlatar belakang santri menegaskan, Hari Santri bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan bentuk pengakuan (rekognisi) negara atas kontribusi santri dalam sejarah perjuangan bangsa dan pembangunan nasional.

Ia mengingatkan, sejak penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional tahun 2015, pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memfasilitasi kehidupan pesantren.

"Kalau pemerintah provinsi belum bisa mengimplementasikan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, atau Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, setidaknya munculkanlah empati. Gelar apel, buat kegiatan simbolik, atau sekadar memberi penghargaan terhadap pondok pesantren," paparnya.

Jawa Barat, Episentrum Pesantren Nasional

Acep menyoroti bahwa Jabar merupakan provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2025, terdapat 12.977 pesantren dengan 376.791 santri di wilayah ini. Pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga pusat ekonomi umat di sektor mikro, koperasi, dan pertanian komunitas.

Perda No. 1 Tahun 2021 sendiri menjadi perda pertama di Indonesia yang secara khusus memayungi penyelenggaraan pesantren. Namun menurutnya, implementasi dan dukungan anggarannya masih jauh dari optimal.

"Dulu kita punya program One Pesantren One Product (OPOP) yang sukses membangkitkan ekonomi pesantren. Kini, program itu seolah menghilang. Begitu juga dengan berbagai bentuk afirmasi pemerintah terhadap santri dan pesantren yang semakin pudar," katanya.

Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat, sebanyak 5.018 pesantren pernah tergabung dalam program OPOP. Sementara itu, laporan Kementerian Koperasi dan UKM bersama Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mencatat potensi ekonomi pesantren di bidang agrobisnis mencapai 14,73% dan di bidang koperasi/UKM 13,55% dari total aktivitas ekonomi berbasis keagamaan nasional.

Kehilangan Rekognisi dan Afirmasi

Acep menyebut tahun 2025 sebagai periode yang “kehilangan rekognisi dan afirmasi” bagi santri Jabar.

"Kita bukan hanya kehilangan seremoni, tapi juga kehilangan semangat pengakuan. Padahal santri adalah bagian dari denyut sejarah bangsa, yang sejak perjuangan kemerdekaan hingga hari ini terus berkontribusi melalui pendidikan, sosial, dan ekonomi umat," jelasnya.

Ia menutup pesannya dengan ajakan kepada pemerintah provinsi agar kembali menempatkan pesantren dan santri sebagai pilar pembangunan daerah.

"Sudah seharusnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat kembali menunjukkan empati, menghidupkan program afirmatif untuk pesantren, dan menjaga semangat Hari Santri agar tetap menjadi momentum penghargaan, bukan sekadar tanggal di kalender," tandasnya.

Editor : Rizal Fadillah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network