Ahli Waris Raden Artayuda Gugat Lahan yang Ditempati Lembaga Pendidikan Aloysius Bandung

Agus Warsudi
Sidang gugatan lahan yang ditempati Lembaga Pendidikan Aloysius Bandung yang diajukan ahli waris Raden H Artayuda di PN Bandung. (FOTO: ISTIMEWA)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Raden Sutiana alias Basar Sutisna, ahli waris Raden H Artayuda melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung atas lahan yang saat ini ditempati Lembaga Pendidikan Aloysius Bandung

Raden Sutisna mengklaim lahan seluas 25.560 meter persegi yang ditempati Lembaga Pendidikan Aloysius Bandung merupakan milik keluarganya.

Nazwar Samsu & Davi Aulia Indra Giffari, pengacara penggugat,  mengatakan, semuanya bermula pada 1988 lalu. Lembaga Pendidikan Aloysius yang berlokasi di Kelurahan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, Kota Bandung telah menguasai lahan tanpa izin maupun persetujuan pihak keluarga.

"Padahal klien kami tidak pernah sekali pun memberikan pelepasan hak, penyerahan, dan persetujuan apa pun kepada pihak mana pun, termasuk Lembaga Pendidikan Aloysius," kata Davi Aulia Indra Giffari, Jumat (12/12/2025).

Sejak saat itu, ujar Davi, Lembaga Pendidikan Aloysius justru membangun gedung untuk layanan pendidikan setelah diduga mendapat status hak guna bangunan (HGB) dari BPN. Namun masalahnya, upaya itu dilakukan secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada ahli waris.

Davi menjelaskan, pada 2021-2022, ahli waris mencoba mencari keadilan dengan mendatangi Kanwil BPN Jabar. Namun, upaya yang dilakukan itu tidak mendapat titik temu hingga membuat mereka akhirnya membawa sengketa ini ke pengadilan.

"Tidak adanya langkah mediasi sebelumnya kini menjadi pertanyaan publik, yang menurut penggugat disebabkan terbatasnya akses informasi dan ketidakjelasan status tanah selama puluhan tahun," ujar Davi.

Davi menuturkan, setiap penguasaan atau pemanfaatan tanah harus berlandaskan persetujuan pemilik sah. Namun, selama lebih dari tiga dekade, tanah tersebut digunakan tanpa izin. Sementara ahli waris sah tidak pernah melepaskan atau menyerahkan haknya.

"Maka perbuatan tersebut bukan hanya dapat dinilai sebagai penguasaan tanpa dasar hukum, tetapi juga berpotensi melanggar asas-asas administrasi pertanahan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh lembaga pendidikan maupun otoritas pertanahan," tuturnya.

Selama melayangkan gugatan, kata Davi, PN Bandung telah mengagendakan mediasi untuk penggugat dengan tergugat. 

Namun Davi menyayangkan karena pihak Lembaga Pendidikan Aloysius hanya mewakilkan agenda tersebut ke kuasa hukum tanpa dihadiri langsung oleh prinsipal guna menemukan titik terang.

"Di mediasi tiga kali oleh pengadilan, tapi pihak tergugat tidak hadir karena mereka bersisikukuh merasa benar," ucap Davi.

Sengketa tanah ini pun rencananya akan berlanjut dengan agenda persidangan pada Selasa (16/12/2025). Kuasa hukum penggugat berharap Lembaga Pendidikan Aloysius bisa menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan persoalan penguasaan lahan itu.

"Tujuan penggugat terhadap tanah tersebut selama ini bersifat mulia. Sebagian mau berbagi buat para dhuafa membantu, saudara-saudaranya yang memerlukan uluran tangan," tegas Davi.

Diketahui, sengketa tanah di kawasan Mengger, Kecamatan Bandung Kidul, kembali mencuat setelah seorang ahli waris melayangkan gugatan terhadap Lembaga Pendidikan Aloysius serta Kantor Wilayah BPN Jawa Barat. 

Dalam gugatan tersebut, penggugat menegaskan bahwa tanah milik keluarganya telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh Lembaga Pendidikan Aloysius sejak 1988 tanpa izin dan persetujuan dari pemilik sah.

Penggugat merupakan ahli waris sah dari almarhum Raden H Artayuda berdasarkan dokumen waris keluarga yang sah. Ahli waris tidak pernah sekalipun memberikan pelepasan hak, penyerahan, maupun persetujuan apa pun kepada pihak manapun, termasuk kepada Lembaga Pendidikan Aloysius.

Namun, sejak 1988, lahan milik ahli waris Raden Artayuda telah dibangun dan digunakan secara penuh oleh pihak Aloysius. Penggugat juga mempertanyakan tindakan Kanwil BPN Jawa Barat yang memasukkan objek sengketa ke dalam HGB No. 68/Mengger, yang dilakukan secara sepihak, tanpa pemberitahuan resmi kepada ahli waris, dan tanpa dasar hukum jelas. 

Publik kini menanti penjelasan resmi BPN Jawa Barat mengenai tahun dan dasar administrasi perubahan status tanah tersebut.

Pada 2021–2022, penggugat mengajukan mediasi melalui Kanwil BPN Jawa Barat. Namun pertemuan tersebut tidak menghasilkan titik temu.

Menurut Nazwar Samsu SH MAP dan Davi Aulia Indra langkah gugatan ini memiliki dasar yuridis kuat. Sebab telah terjadi penguasaan tanah tanpa hak sejak 1988, ditambah dugaan penerbitan atau pencantuman objek sengketa pada HGB oleh BPN tanpa prosedur yang benar, memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Setiap penguasaan atau pemanfaatan tanah harus berlandaskan persetujuan pemilik hak. Ketika selama lebih dari tiga dekade tanah tersebut digunakan tanpa izin, sementara ahli waris sah tidak pernah melepaskan atau menyerahkan haknya, maka perbuatan tersebut bukan hanya dapat dinilai sebagai penguasaan tanpa dasar hukum, tetapi juga berpotensi melanggar asas-asas administrasi pertanahan.
 

Editor : Agus Warsudi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network