BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Unjak rasa ribuan perangkat desa se-Indonesia di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/1/2023) disinyalir ada yang memobilisasi. Para perangkat desa yang tergabung dalam PPDI ini menuntut kejelasan status kepegawaian.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan, unjuk rasa itu ada dua jenis. Ada yang termobilisasi dengan baik dan ada pula sebaliknya.
Begitu juga ada demonstrasi yang terkoordinir, ada pula demonstrasi yang tidak terkoordinir.
"Pasti, demonstrasi itu tidak ada yang tidak dimobilisasi. Pasti termobilisasi," kata Ujang saat dihubungi, Rabu (25/1/2023).
Menurut Ujang, demonstrasi menuntut kesejahteraan sampai masa jabatan hingga 60 tahun merupakan hak dari para perangkat desa. Peran negara tinggal memilah dan memilih aspirasi mana yang bisa dieksekusi.
"Gak bisa juga, misalkan keuangan negaranya gak ada atau defisit, mereka ingin digaji hingga 60 tahun dan sebagainya, nanti disesuaikan dengan aturan-aturan yang regulasi ada," ujar Ujang.
Dikatakan Ujang, pemerintah harus menyesuaikan dengan Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP) saat akan merealisasikan tuntutan perangkat desa. Jangan sampai, tuntutan tersebut menabrak aturan yang ada.
"Pasti semua akan diperhitungkan oleh pemerintah. Apakah mereka bisa memenuhi tuntutan atau tidak," jelas Ujang.
Disinggung siapa yang memobilisasi unjuk rasa tersebut, Ujang mengatakan, demo tersebut murni karena nasib mereka sendiri. Lantaran senasib sepenanggungan, mereka sama-sama turun ke jalan menuntut haknya.
Demo kepala desa, kata Ujang, erat kaitannya dengan politik. Lain halnya dengan perangkat desa, mereka menuntut nasib kejelasannya bagaimana.
"Jadi saya melihat dimobilisasi untuk kepentingan memperbaiki nasib diri para perangkat desa itu," pungkasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya