BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Pemprov Jawa Barat mulai mewaspadai penularan Avian Influenza (AI) atau flu burung H5N1 varian 2.3.4.4b. Pasalnya, varian tersebut merebak di sejumlah negara Amerika, Eropa dan Kamboja (Asia) serta telah menular ke manusia.
Walaupun demikian pemprov memastikan belum menerima laporsan kasus flu burung di Jabar. Adapun yang terdeteksi adalah varian H5N1 biasa yang relatif masih belum berbahaya, yaitu di Kota Cirebon dan Kota Cimahi.
Kabar adanya flu burung tersebut berdasarkan hasil laboratorium Balai Veteriner Subang. Laporan itu lantas dikirimkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Meski begitu, diperlukan kewaspadaan baik itu dari jajaran kesehatan hewan, peternak unggas, maupun masyarakat untuk mengantisipasi H5N1 varian terbaru.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar, Arifin Soedjayana mengatakan, kewaspadaan terutama untuk menghindarkan kerugian ekonomi akibat kematian massal unggas sangat diperlukan.
Lalu memastikan kebutuhan daging unggas masyarakat cukup, serta penularan virus dari unggas ke manusia (zoonosis).
"Kepada seluruh jajaran kesehatan hewan diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berkembangnya penyakit AI," kata Arifin Soedjayana, Selasa (28/2/2023).
Arifin menjelaskan, pihaknya sudah melakukan beberapa langkah untuk mencegah flu burung varian baru 2.3.4.4b. Pertama, meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat dan peternak unggas, agar segera melapor kepada petugas kesehatan hewan terdekat bila menemukan unggas sakit atau mati mendadak.
Kedua, jajaran kesehatan hewan segera merespons laporan masyarakat dengan prinsip '3 Cepat' yaitu Deteksi Cepat, Lapor Cepat, dan Respons Cepat, sesuai SOP pengendalian flu burung.
Ketiga, meningkatkan pembinaan dan pendampingan peternak untuk menerapkan tindakan biosekuriti guna mencegah masuk kuman penyakit ke peternakan unggas.
"Peternakan unggas komersial skala kecil dan menengah agar menerapkan Biosekuriti 3 Zona sebagai model percontohan bisekuriti sederhana, hemat, praktis dan efektif," jelas Arifin.
Keempat, pendampingan peternak untuk melakukan 'Vaksinasi AI 3 Tepat' yaitu Tepat Vaksin, Tepat Program Ulangan, dan Tepat Teknik Vaksinasi.
Arifin menambahkan, vaksinasi AI pada itik dianjurkan menggunakan vaksin AI Subtipe H5N1 clade 2.3.2. Pada ayam petelur vaksin clade 2.1.3, atau clade 2.3.2, atau vaksin kombinasi clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 produksi nasional.
Tak kalah penting, meningkatkan pembinaan penerapan sanitasi pada sepanjang rantai pemasaran unggas guna memutus rantai penyebaran virus.
"(Dan) Meminimalkan risiko penularan ke masyarakat umum," tutur Arifin.
Kepada masyarakat peternak, diimbau menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti menggunakan masker saat menangani unggas hidup atau mati. Setelahnya mencuci tangan dan kaki dengan air dan sabun.
Langkah ketujuh, pengadaan anak ayam atau DOC (Day Old Chick) diimbau berasal dari kompartemen breeding Farm yang telah memiliki sertifikat bebas flu burung.
Kedelapan, berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota jika ditemukan masyarakat yang mengalami gejala mirip flu di sekitar tempat kejadian kasus yang diduga AI.
Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner DKPP Jabar, drh. Supriyanto mengatakan, pengendalian petugas dan peternak untuk antisipasi flu burung, masih dilakukan seperti dalam Surat Edaran Kewaspadaan AI dari Kepala DKPP Jabar.
Adapun ia bersyukur H5N1 varian 2.3.4.4b belum dan jangan sampai muncul di Indonesia. "Vaksin khusus H5N1 clade 2.3.4.4b belum ada di Indonesia," tandasnya.
Editor : Zhafran Pramoedya