Sampai saat ini, ujar Dedy, dari 233 ijazah yang dibatalkan, sebanyak 19 alumni telah menyerahkan ijazah secara sukarela ke Stikom Bandung. Sedangkan 76 ijazah lulusan periode 2018-2023, masih disimpan oleh Stikom Bandung. "Jadi total yang ada pada kami 95 ijazah atau 45 persen dari total 233," ujarnya.
Keputusan Dedy menuai polemik dari para lulusannya termasuk para mahasiswa aktif. Alumni Stikom Bandung yang masuk dalam daftar nama 233 alumni yang dibatalkan kelulusannya mengatakan, mendapat pemberitahuan pembatalan dan penarikan ijazah.
Pihak kampus beralasan karena ada perbedaan nilai antara data di Stikom Bandung dengan PDDIKTI.
"Dampaknya, Stikom mengeluarkan pernyataan ijazah saya dibatalkan. Tentu pembatalan ini mengganggu jenjang karier dan pendidikan saya. Apabila ijazah S1 saya dibatalkan, otomatis ijazah S2 saya juga akan dibatalkan. Pembatalan ijazah S1 saya ini akan mempersulit saya ketika ingin mencari kerja di tempat lain," kata alumni yang enggan disebutkan namanya itu.
Dia berharap Stikom Bandung dapat menyelesaikan permasalahan ini sesegera mungkin. Dia juga berharap gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dapat dipertahankan tanpa harus kembali mengulang perkuliahan.
"Saya berharap Stikom bisa menyelesaikan dengan baik masalah ini dan menyelamatkan kami semua. Jika kesalahan tersebut ada di alumni, saya rasa itu bukan keseluruhan. Kesalahan ada di kampus karena tugas mahasiswa hanya kuliah dan membayar biaya administrasi, menerima materi, mengerjakan tugas, UTS, UAS, sidang, wisuda. Terkait perbedaan nilai itu, lembaga yang bertanggung jawab," tandasnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Machmudin angkat bicara terkait kasus pembatalan kelulusan dan menarik kembali 233 ijazah alumni Stikom Bandung.
Bey mengatakan, agar kasus serupa tidak kembali terjadi, mahasiswa harus lebih teliti dalam melihat kondisi kampus yang dipilih. Seperti, akreditasi dan sebagainya. Jangan sampai, setelah terjadi kasus seperti saat ini, baru menyadari kekurangan di kampusnya.
Editor : Agus Warsudi