Lukisan Fotorealis-realis Guntur Timur dan Mariam Sofrina Tampil di Lawangwangi Bandung

Ketekunan pada kalkulasi campuran warna pada setiap lapisan menuntut Mariam Sofrina fokus pada teknik melukis per bidang warna terhadap objek lukisannya. Proses yang menghabiskan waktu yang lama ini menunjukan proses afeksi (istilah yang digunakan kurator pameran) di mana kondisi psikologis dan rasionalitas Mariam Sofrina memerlukan perhitungan yang akurat dalam membuat kedalam ruang pada lanskap, hingga muncul tekstur pada bidang lukisan yang jadi foreground-nya.
Sementara itu, kurator pameran ini, Asmudjo J. Irianto, mencatat dalam kuratorial pameran bahwa, Setelah keterampilan mimesis hilang terkubur dalam abad pertengahan di Eropa, muncul kembali di era Renaisans. Kelahiran kembali era Klasik (Yunani), mendorong pergeseran besar dari Teosentrisme ke Antroposentrisme, melahirkan rasionalisme dan humanisme.
Itu sebabnya metode realis dalam seni lukis menjadi penting. Penemuan perspektif linear, menciptakan kedalaman ilusi merupakan bagian dari cara penggambaran alam secara rasional—sebagaimana mata kita memandang dunia (oculocentrism).
Terkait eksistensi gaya realis yang menekankan pentingnya gagasan pada seni lukis pada akhir abad ke-19, yaitu, gagasan estetika, seni lukis tidak mati, sebagaimana pernyataan Delaroche, seni lukis tetap hidup dengan mengambil rute yang berbeda, yaitu jalur ontologis melalui reduksi, dan menjadi paradigma seni lukis modern Barat. Dialektika gaya dalam seni lukis modern merupakan upaya reduksi agar seni lukis sampai pada esensinya.
“Pameran duet saya dengan Guntur Timur di Lawangwangi Creative Space merupakan fase penting dalam karya saya yang banyak mengekplor alam bawah sadar saya terhadap lanskap yang dilukis apa adanya. Dan saya memang terobsesi pada persoalan teknik melukis realis pada era lukisan klasik. Detail yang sangat kecil itu bagaimana caranya dilukis dengan teknik yang paripurna,” kata.
Editor : Abdul Basir