BANDUNG, INEWSBANDUNGRAYA.ID - Hingga saat ini, pihak pengadilan belum mengeluarkan putusan terkait penyitaan aset-aset milik terdakwa pemerkosa 13 santriwati yakni Herry Wirawan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), Asep M Mulyana mengatakan, sejauh ini pihaknya baru menyita aset berupa satu unit kendaraan bermotor jenis Mio dari tangan Herry Wirawan.
“Perlu saya sampaikan dalam berkas perkara yang kami terima di penyidik yang disita baru motor yang punya nilai ekonomi, yang lainnya adalah hanya administrasi fotokopi akta dan berikutnya,” kata Asep seusai rakor bersama Menteri PPPA di Kantor Kejati Jabar, Jalan LLRE Martadinata, Senin (9/1/2022).
Menurut Asep, hingga saat ini belum ada aset selain barang tersebut (motor mio) yang disita untuk para korban dan 9 anak yang dilahirkan.
Karena itu, pihaknya meminta agar pengadilan dapat menyita dan merampas aset milik terdakwa yang tersisa. Sebab, tanp adanya keputusan dari pengadilan pihaknya tidak bisa melakukan perampasan dan penyitaan.
Padahal, selain motor ada harta lain yakni berupa tanah serta bangunan yang dapat disita dan diberikan pada anak dari korban.
“Kami dapat informasi bahwa kami tidak dapat menyita perampasan karena gak punya dasar tunggu keputusan pengadilan. Walau diawal kami mendapat informasi bahwa yang bersangkutan punya tanah dan bangunan,” jelasnya.
Apabila nantinya sudah disita, kata Asep, pihaknya akan langsung melakukan lelang dan uang hasil lelang itu diserahkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar untuk membiayai anak-anak yang dilahirkan korban.
“Seandainya nanti akan diserahkan ke Pemprov Jabar lelang dulu hasilnya diberikan ke pemprov dalam rangka membiayai anak korban,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada April 2022, terdakwa Herry Wirawan divonis mati seusai majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding dari Jaksa penuntut umum (JPU).
Selain itu, PT Bandung juga meralat putusan sebelumnya soal biaya restitusi yang harus dibayarkan terdakwa.
Adapun dalam putusan awal, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung memutuskan biaya restitusi korban senilai Rp 300 juta lebih dibayarkan oleh negara yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait