BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) nonaktif, Sudrajad Dimyati meminta dua nomor rekening yang diblokir untuk dibuka. Alasannya rekening yang berisi gaji di dalamnya akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga.
Permintaan pembukaan rekening kepada majelis hakim itu disampaikan kuasa hukum terdakwa Sudrajad Dimyati, Firman Wijaya jelang akhir masa persidangan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (1/3/2023).
"Ini rekening gaji yang setiap bulan diterima, tentu ini (untuk) kebutuhan kehidupan keluarga dan tidak ada kaitan dengan perkara," kata Firman.
Firman meminta, majelis hakim yang diketuai Yoserizal itu bisa mempertimbangkannya. Sebab uang yang ada di dalamnya bakal digunakan untuk menghidupi keluarga.
"Kami mohon bisa dipertimbangkan pembukaan blokir rekening agar terdakwa bisa menghidupi keluarga dari pendapatannya," ujarnya.
Sudrajad Dimyati menambahkan, satu nomor rekening pribadinya berisi uang pensiun sebagai PNS. Sementara satu nomer rekening lainnya berupa uang gajinya sebagai hakim agung.
Pada akhir September tepatnya tanggal 23 September 2022, Sudrajad Dimyati mengaku ditangkap oleh KPK. Namun, pada Oktober 2022 masih menerima gaji 100 persen.
Tidak lama dari itu, Sudrajad diberhentikan sebagai hakim agung lewat surat keputusan presiden dan setengah dari gaji yang diterima pada September 2022 harus dikembalikan.
"Bagian keuangan (di MA) tidak bisa mendebet karena sudah diblokir," ungkap Sudrajad.
Sebelumnya, Sudrajad Dimyati didakwa jaksa penuntut umum (JPU) KPK telah menerima suap 80 ribu dolar Singapura untuk kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
"Pada tanggal 2 Juni 2022 sekitar jam 16.30 WIB bertempat di Lantai 11 Gedung Mahkamah Agung RI, Elly Tri Pangestuti menerima uang yang menjadi bagian terdakwa dan Elly dari Muhajir yang dimasukan dalam goodie bag warna pink berisi dua amplop yaitu satu amplop berisi 80 ribu dolar Singapura untuk terdakwa dan 10 ribu dolar Singapura untuk Elly," kata JPU, Wawan.
Perbuatan terdakwa dijerat pasal 12 huruf c Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor : Zhafran Pramoedya
Artikel Terkait