"Bisa saja penyelenggara pemilu itu lalai dalam proses, lalu ada pelanggaran keberpihakan, melanggar tertib sosial atau perlakuan tidak adil. Termasuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hukum. Ini yang harus diantisipasi," katanya.
Di tempat sama, Ketua Bidang Advokasi PWI Jabar, Erwin Kustiman mengatakan, pers memiliki kaitan sangat dekat dengan lembaga demokrasi. Di Indonesia khususnya, pers sekarang ini bisa hidup bebas karena demokrasi.
Erwin berharap, media di momen Pemilu kali ini, bisa menampilkan pemberitaan yang memberikan dampak positif alih-alih menyajikan rivalitas kandidat. Pers jangan terjebak dalam 'jurnalisme pacuan kuda' yang hanya fookus pada data polling dan persepsi publik daripada kebijakan kandidat.
"Saya kira, pers tidak boleh lagi menempatkan langkah yang dilakukan DKPP, KPU, Bawaslu, sebagai berita yang kurang seksi," ujar Erwin.
"Berita terkait administrasi, penyelenggaraan dan bagaimana semua proses berlandaskan dimensi etik itu yang jauh lebih penting. Alih-alih sedesar munculkan berita koalisi dll. Itu penting, tapi itu dinamika yang muncul di tengah mereka yang ikut kontestasi. Yang paling penting adalah bagaimana demokrasi ke depan akan berkembang," tandasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait