Dalam perkara ini, nominal kerugian yang awalnya fantastis kemudian dirinci sebagai akibat dari praktik penjualan emas yang tidak melalui jalur resmi perusahaan. Namun Gatot mempertanyakan keabsahan perhitungan tersebut.
"Namun, pertanyaannya: apakah angka ini mencerminkan kerugian negara yang aktual?" katanya.
Ia menjelaskan bahwa apabila angka tersebut sekadar merupakan kalkulasi atas selisih harga pasar dan potensi pajak yang tak tertagih, maka secara hukum belum bisa dikategorikan sebagai kerugian negara, kecuali jika terdapat bukti konkret atas kehilangan dana dari kas negara maupun BUMN.
"Ada perbedaan antara potensi kerugian (potential loss) dan kerugian aktual (actual loss). Dalam hukum kita, yang dapat membentuk tindak pidana korupsi hanyalah kerugian yang aktual dan pasti," lanjutnya.
Lebih jauh, Gatot juga menyinggung peran penting lembaga negara dalam menentukan besaran kerugian tersebut. Ia menyebut bahwa Mahkamah Agung melalui sejumlah putusannya, termasuk Putusan No. 21 K/Pid.Sus/2009, menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus didasarkan pada perhitungan dari lembaga yang berwenang seperti BPK atau BPKP.
Editor : Agung Bakti Sarasa
Artikel Terkait