Selain itu, DJSN juga diduga mengusulkan nama-nama dari internal mereka sendiri dan pengamat yang juga pengurus organisasi pekerja sebagai anggota Pansel, padahal hal ini bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
"Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, ini bom waktu bagi stabilitas fiskal dan pelayanan kesehatan 278 juta rakyat Indonesia. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus memutus sumbu ini sebelum meledak," tegasnya.
Iskandar mengutip Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2015 yang secara jelas mengatur kewenangan pembentukan Pansel. Dalam pasal 10 ayat (3–4) disebutkan bahwa hanya Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan yang berwenang mengusulkan nama-nama Pansel. Sedangkan DJSN hanya berwenang mengusulkan dari unsur masyarakat, bukan turut menjadi calon anggota Pansel.
Dalam pasal 18 ditegaskan bahwa anggota Pansel tidak boleh menjadi calon direksi atau dewan pengawas. Selain itu, Perpres juga secara spesifik menyebut bahwa unsur masyarakat dalam Pansel harus merupakan tokoh yang “ahli” di bidang-bidang tertentu, bukan sekadar pengamat.
Namun, kenyataannya, menurut Iskandar, DJSN justru mengajukan calon yang tidak sesuai kualifikasi, termasuk mantan petinggi BPJS dan pengurus organisasi pekerja.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait