Namun dana yang seharusnya diterima masyarakat justru dialihkan oleh N ke pengurus GKTMTB. Bahkan sebagian diserahkan ke pihak ketiga. Uang hasil pencairan digunakan untuk kepentingan pribadi, mulai dari menyimpan tunai hingga membeli peralatan seperti traktor.
"Selain N, enam tersangka lain, AAA, MY, A, B, E, dan MD juga memiliki peran aktif, mulai dari menarik dana dari kelompok penerima, membuat laporan pertanggungjawaban palsu, hingga mengoordinasikan pembuatan surat keterangan palsu dari desa terkait pembentukan kelompok baru," ujar Kombes Hendra.
Untuk memperkuat bukti dalam kasus ini, tutur Kabid Humas, Polda Jabar telah memeriksa 131 saksi. Selain itu, tiga ahli turut dimintai keterangan, yakni, ahli audit keuangan BPKP, ahli hukum pidana dari Universitas Padjadjaran (Unpad), dan ahli dari Kemenaker.
"Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain Dokumen pengajuan kelompok KWU, Rekening koran dan buku tabungan, laptop, traktor bajak, Uang tunai Rp300 juta, kwitansi, dan bon pembelian," tutur Kabid.
Kombes Hendra menegaskan, tindakan para tersangka bertentangan dengan Permenaker Nomor 5 Tahun 2020 tentang penyaluran bantuan pemerintah, serta Surat Keputusan Dirjen Binapenta dan PKK Tahun 2020 mengenai penciptaan wirausaha baru untuk masyarakat terdampak Covid-19.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait
