Ia menuturkan, sistem pertanian di Al Ittifaq telah menerapkan metode modern seperti tumpang sari empat varietas tanaman dalam satu bedengan. Teknik ini diadaptasi dari pertanian Jepang dan Belanda, namun disesuaikan dengan kondisi lahan dan iklim Indonesia.
“Ilmu dari luar negeri tidak bisa diterapkan mentah-mentah. Harus disesuaikan, dan di sini sudah dilakukan penyesuaian itu. Karena itu saya menugaskan Dirjen Hortikultura untuk menjadikan Al Ittifaq sebagai tempat pelatihan bagi anak muda dari daerah lain,” jelasnya.
Wamentan juga menyoroti peran koperasi pesantren yang menjadi kunci kesejahteraan petani binaan. Koperasi tersebut tidak hanya menampung hasil panen, tetapi juga menjalankan fungsi quality control agar produk sesuai standar pasar modern.
“Dari koperasi pesantren ini ditentukan standar sortirnya. Mana yang masuk ke pasar tradisional, mana yang ke supermarket. Jadi petani paham kualitas dan ada nilai tambah di sana,” ujarnya.
Menurut Sudaryono, dua hal utama yang ingin dicapai melalui sistem ini adalah peningkatan produktivitas dan kemandirian pangan nasional.
“Produktivitas tinggi akan membuat kita mandiri secara pangan, sekaligus mensejahterakan petani,” tegasnya.
Editor : Rizal Fadillah
Artikel Terkait
