Sejak terbit UU Nomor 8 tahun 2019 tidak ada lagi istilah Ongkos Naik Haji (ONH). Istilah itu diubah menjadi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang terdiri atas dua komponen, yaitu, pertama, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jamaah haji dan kedua, nilai manfaat. Nilai manfaat ini berasal dari dana haji yang dikelola oleh BPKH.
"Sebenarnya, sejak 2012, setiap jamaah haji tidak pernah membayar setoran murni. Selalu ada dana kalau dulu namanya indirect cash," ucap Kang Ace.
Selanjutnya, ujar Kang Ace, Komisi VIII DPR juga berperan dalam pembagian kuota haji menjadi dua komponen. Pertama yang diselenggarakan pemerintah. Kedua, yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Persentase kuota haji reguler oleh pemerintah 92 persen, sedangkan 8 persen oleh PIHK.
Pembagian kuota ini, ujar Kang Ace, demi kepentingan umat. Sebab, banyak orang yang menunggu puluhan tahun untuk berangkat haji. Maka, persentase terbesar 92 persen untuk haji reguler. Di dalam UU Haji tegas haji reguler 92 persen dan haji khusus 8 persen.
Dalam UU Haji 2019, diatur pula pelayanan khusus bagi jemaah disabilitas dan lanjut usia (lansia). Kemudian, haji furoda, secara regulasi telah dipayungi oleh undang-undang. Namun dalam pelaksanaannya, tidak bisa dikendalikan juga oleh pemerintah.
Editor : Ude D Gunadi