get app
inews
Aa Text
Read Next : IAW Soroti Polemik Pagar Laut: Cerminan Buramnya Hukum!

IAW Nilai Reformasi Polri Belum Optimal, Usulkan Tiga Rekomendasi Perbaikan

Senin, 16 Juni 2025 | 10:34 WIB
header img
Sekretaris Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus. (Foto:Istimewa)

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id  - Lembaga pemantau audit dan akuntabilitas publik, Indonesian Audit Watch (IAW), menilai Kepolisian Republik Indonesia telah gagal menjalankan reformasi selama satu dekade terakhir. 

Institusi yang seharusnya melindungi masyarakat justru terjebak dalam krisis kepercayaan akibat maraknya kasus korupsi, kekerasan aparat, dan lemahnya akuntabilitas internal.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, mengungkapkan berbagai peristiwa dalam beberapa tahun terakhir yang menandai kemunduran serius dalam integritas kepolisian. Ia menyebut serangan bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar pada 2022, aksi pemukulan terhadap pekerja tambang ilegal di Sulawesi tahun 2021, dan penyiksaan tersangka kasus pencurian di Jawa Timur pada 2023 sebagai bukti adanya pola kekerasan sistemik.

"Kalau main kasar seperti preman, apa bedanya polisi dengan preman?" ujar Iskandar dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

Iskandar juga menyinggung soal penyimpangan etika dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh perwira tinggi Polri. Salah satunya adalah kasus AKBP Bintoro, Kapolres Jakarta Selatan yang dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp1,3 miliar. 

Ia juga menyoroti kegagalan aparat dalam mengendalikan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan yang menyebabkan 135 korban jiwa akibat penggunaan kekerasan berlebihan.

"Gaji dari uang rakyat, kok malah jadi beban rakyat?" tambahnya.

Menurut Iskandar, krisis moral paling mencolok terlihat dalam pembunuhan Brigadir Joshua, yang melibatkan eks Kadiv Propam Ferdy Sambo. Kasus ini dianggap mencoreng citra institusi secara menyeluruh, terlebih setelah Sambo divonis seumur hidup. Data Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis pada Juni 2024 menunjukkan, 54 persen responden menyatakan kehilangan kepercayaan terhadap Polri.

Tak hanya kasus baru, luka lama pun belum terobati. Iskandar menyoroti kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang terjadi pada 2015. 

Vonis ringan dua tahun terhadap dua pelaku yang merupakan anggota Polda Metro Jaya dinilai publik tak sebanding dengan beratnya kejahatan, serta menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi aparat penegak hukum.

IAW juga menilai reformasi kepolisian selama ini hanya bersifat kosmetik. Merujuk laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2025, masih ada 15 kasus besar korupsi internal Polri yang mandek penanganannya.

Bahkan proyek “Smart Policing” dengan anggaran jumbo Rp1,2 triliun dinilai gagal, karena praktik pelanggaran seperti tilang liar masih marak di lapangan, sebagaimana tercermin dalam survei Indo Barometer awal tahun ini.

Tak berhenti di situ, Iskandar memaparkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan berbagai pelanggaran berat. Temuan tersebut antara lain pengadaan fiktif senilai Rp1,2 triliun, penyalahgunaan aset gedung senilai Rp150 miliar, mark-up harga senjata api hingga 300 persen, serta hilangnya 56 unit kendaraan dinas yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp45 miliar.

Presiden Prabowo Subianto pun tak tinggal diam. Dalam pidatonya di Istana Negara, 30 Juni 2024, ia mengingatkan agar Polri tidak berubah menjadi “pelindung cukong dan preman.” Peringatan serupa kembali disampaikan dalam rapat kabinet awal Januari 2025 dan pidato Hari Bhayangkara 1 Juli 2025 dengan nada tajam: “Bangga seragam tapi korupsi jalan terus.”

Sebagai respons atas krisis ini, IAW mengajukan tiga rekomendasi penting untuk membenahi institusi Polri. Pertama, audit eksternal bersama harus dilakukan oleh BPK, KPK, dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan transparansi anggaran dan proyek. Kedua, penindakan pidana terhadap pelanggaran internal harus diperkuat, menggantikan model sanksi administratif seperti mutasi. Ketiga, sistem blockchain harus diterapkan guna mendukung transparansi dan akuntabilitas pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dan keuangan internal kepolisian.

“Reformasi bukan pilihan, tapi keharusan. Rakyat menunggu bukti nyata untuk hukum yang adil, anggaran bersih, dan polisi yang benar-benar ‘pelindung’, bukan predator berseragam,” tegas Iskandar. (*)

Editor : Abdul Basir

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut