Korupsi Pertamina Hampir Rp1.000 Triliun, IAW Desak Kejagung Periksa Semua Pihak

“Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, serta memberi nasihat kepada Direksi.” Pasal 114 ayat (3) UUPT berbunyi “Dalam hal komisaris lalai dalam menjalankan tugas pengawasannya dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi.”
"Apa arti pasal ini dalam konteks audit? Komisaris memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan aktif, tidak hanya dalam bentuk formalitas tetapi dengan memastikan kebijakan perusahaan berjalan sesuai hukum. Jika terjadi kerugian akibat kelalaian pengawasan, komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Sebagai representasi BPKP, seharusnya Agustina memiliki kapasitas yang lebih dalam mendeteksi potensi penyimpangan sejak awal," sesal Iskandar Sitorus.
Dari perspektif hukum, jika seseorang komisaris mengetahui ada indikasi korupsi namun tidak melakukan langkah audit memadai, maka bisa masuk dalam kategori kelalaian berat (gross negligence) yang berpotensi menyeretnya ke dalam pertanggungjawaban hukum.
Karena tanggal 19 Februari 2025, Agustina Arumsari dilantik menjadi Wakil Kepala BPKP bisa saja hal itu justru akan menimbulkan dua masalah utama ditinjau dari perspektif audit yakni:
1. Benturan kepentingan dalam pengawasan oleh BPKP. Karena BPKP memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap keuangan negara, termasuk sektor BUMN. Jika ada potensi dugaan korupsi di PT PPN, maka BPKP semestinya menjadi salah satu lembaga yang melakukan investigasi. Tetapi bagaimana mungkin seseorang yang menjabat sebagai Wakil Kepala BPKP bisa bersikap netral dalam mengawasi perusahaan yang sebelumnya diawasi olehnya sebagai komisaris? Ini berpotensi menimbulkan conflict of interest.
2. Apakah ada kewajiban mundur dari jabatan komisaris terhadapnya? Hingga saat ini, belum ada informasi resmi apakah Agustina telah mengundurkan diri dari posisi komisaris setelah diangkat menjadi Wakil Kepala BPKP. Jika masih menjabat sebagai komisaris sambil menjadi Wakil Kepala BPKP, ini dapat menimbulkan pertanyaan etis terkait profesionalisme dan independensi pengawasan yang dilakukan BPKP terhadap BUMN tersebut.
Dasar hukum terkait harus menghindarkan benturan kepentingan itu diatur pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyebut "Pejabat yang memiliki kepentingan terhadap suatu objek pengawasan dilarang melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap objek tersebut untuk menjaga independensi keputusan administratif." Juga Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP yang berbunyi "Setiap pegawai BPKP harus bersikap independen dan tidak memiliki konflik kepentingan dalam melakukan pengawasan keuangan negara."
Editor : Abdul Basir