“Kata 'Rahasia' pun berubah menjadi lubang hitam yang menelan uang negara, menelan kepercayaan, dan pada akhirnya menelan kesempatan menyelamatkan nyawa rakyat!" tegasnya.
IAW mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki sistem pengadaan alat intelijen secara menyeluruh. Lembaga ini menyebut sejumlah regulasi perlu diperkuat, termasuk UU BPK (15/2006), Perpres PBJ (16/2018), UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Perlindungan Data Pribadi, hingga aturan teknis seperti Peraturan Jaksa Agung No.1/2025 dan Peraturan BSSN No.12/2024.
"Selama ini publik cuma mendengar jargon ‘digitalisasi keamanan’ atau ‘penguatan intelijen’. Faktanya? Uang rakyat habis triliunan, tapi korban unjuk rasa masih berjatuhan," ujarnya.
Solusi yang ditawarkan IAW mencakup pembentukan Satgas Audit Substantif yang beranggotakan auditor negara dan ahli forensik digital independen. Mereka bertugas mengevaluasi efektivitas perangkat secara langsung dan menyusun laporan yang bisa diakses publik dalam bentuk ringkasan.
Selain itu, pusat komando intelijen juga harus dibenahi agar mampu membaca situasi massa secara real-time, mendeteksi potensi provokasi, dan menerapkan metode de-eskalasi. Operator alat wajib tersertifikasi agar sistem benar-benar bisa digunakan saat krisis.
Editor : Abdul Basir
Artikel Terkait